MEMBACA SURAT AL-KAHFI DI HARI JUMAT
Dalam beberapa hadits diterangkan bahwa di antara tiap-tiap surat al-Qur’an memiliki fadhilah atau keutamaan tersendiri, di antaranya surat al-Kahfi. Yakni siapa yang membacanya baik pada hari Jumat atau malamnya akan terpelihara dari setiap fitnah dan Dajjal. Disamping itu akan bercahaya pada hari kiamat. Adapun tentang hadits-haditsnya sebagai berikut:
Hadits pertama; Abu Bakar Muhammad bin al-Mu’amal menceritakan kepada kami, (ia berkata), al-Fadl bin Muhamad bin as-Sya’rani, menceritakan kepada kami, Nu’aim bin Hamad menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Abu Hasyim mengabarkan kepada kami, dari Abu Mijlaz dari Qais bin ‘Ubad, dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya yang membaca surat al-Kahfi hari Jumat, baginya diterangi cahaya di antara dua Jumat” (Lihat; al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, 2 : 399, al-Baihaqqi, as-Sunan ash-Shaghir, 1 : 233, as-Sunan al-Kubra, 3 : 353).
Di sisi lain hadits di atas diriwayatkan pula secara mauquf dengan redaksi:
“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi malam Jumat, baginya diterangi cahaya (sejauh) antara dia dan antara al-Baitul ‘Atiq” (ad-Darimi, Sunan ad-Darimi, 4 : 2143).
Sedangkan dalam riwayat al-Baihaqqi lainnya (Syu’abul Iman, 4 : 436), dengan redaksi:
“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi hari Jumat lalu mendapati Dajjal, maka ia tidak akan terkuasai olehnya”. Atau ia mengatakan, “Dan barangsiapa membaca akhir surat al-Kahfi, baginya diterangi cahaya sejauh dari antara dia dan antara Makkah”.
Al-Hakim menyatakan bahwa hadits (yang marfu’) adalah sanadnya shahih tetapi al-Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya (al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, 2 : 399).
Setelah diteliti, ketiga lafal hadits di atas baik yang marfu’ (disandarkan kepada Nabi) maupun yang mauquf (disandarkan pada shahabat) tidak lepas dari kedha’ifan:
Pada sanad hadits di atas, baik yang marfu’ maupun yang mauquf terdapat rawi yang bernama Abu Mijlaz. Ia adalah Lahiq bin Humaid bin Sa’id (Tahdzibul Kamal, 31 : 176). Menurut adz-Dzahabi, dalam kitabnya Mizanul I’tidal, 4 : 356, ia termasuk rawi yang tsiqat dari thabaqah tabi’in, akan tetapi ia yudallisu (berbuat tadlis). Dan hal ini telah diperkuat oleh pernyataan dari ad-Daraquthni (Lihat, Thabaqatul Mudallisin : 27).
Kaidah ‘ulumul hadits menyatakan bahwa seorang rawi mudallis apabila meriwayatkan dengan bentuk penyampaian ‘an (dari), maka periwayatannya itu munqathi’ (terputus) dan tertolak (Lihat, Manhajun Naqd : 384).
Dengan demikian, periwayatan Abu Mijlaz dari Qais bin ‘Ubad dalam masalah ini tertolak karena dalam periwayatannya menggunakan shighah atau bentuk ‘an.
Selain kedha’ifan periwayatan Abu Mijlaz, terdapat kedha’ifan lainnya yakni periwayatan dari rawi bernama Husyaim. Ia adalah Husyaim bin Basyir bin al-Qasim bin Dinar as-Sulami, salah seorang rawi yang diperbincangkan di kalangan para ulama. Adz-Dzahabi dalam kitabnya Man Tukullima Fiihi : 188, menyatakan, “Husyaim bin Basyir, seorang yang hafizh, yang tsiqat, tetapi mudallis. Secara khusus periwayatan yang ia terima dari az-Zuhri tidak dapat dijadikan hujah”. Ibnu Hajar menyatakan dalam kitabnya Taqrib al-Tahdzib : 574, “Husyaim seorang rawi yang tsiqat, tsabtun, tetapi banyak men-tadlis serta me-mursal khafi-kan hadits”.
Dengan demikian periwayatan Husyaim pun tertolak, sebab dalam periwayatannya menggunakan bentuk yang tidak jelas pen-sima‘annya.
Hadits kedua; Dari Ibnu Umar mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, baginya akan dipancarkan cahaya dari bawah telapak kakinya sampai awan langit yang akan bersinar pada hari kiamat serta akan diampuni dosanya di antara dua Jumat” (Zakiyuddin al-Mundziri, at-Targhib wat-Tarhib : 298).
Menurut Umar bin Ali bin Ahmad asy-Syafi’i dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj, 1 : 523, hadits di atas diriwayatkan pula oleh ad-Dhiya dalam Ahkam-nya dari hadits Ibnu Mardawaih Ahmad bin Musa dengan sanad yang di situ terdapat rawi yang tidak dikenal (majhul). Di samping ketidakjelasan periwayatan ad-Dhiya, terdapat pula kedha’ifan lainnya yakni rawi bernama Muhammad bin Khalid al-Khutalli. Ibnu Hajar menerangkan bahwa Ibnul Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu’at menyatakan, “Para ulama telah mendustakannya”. Ibnu Mundah mengatakan, “Ia periwayat atau pemilik hadits-hadits yang munkar” (Lihat; Lisanul Mizan, 7 : 111, Mizanul I’tidal, 3 : 534, dan al-Mughni fid-Dhu’afa, 2 : 575).
Hadits ketiga; Dari Abdullah bin Mush’ab bin Manshur bin Zaid bin Khalid al-Juhani Abu Dzuaib, dari bapaknya, dari kakeknya dan dari Ali bin al-Husain, dari bapaknya, dari Ali bin Abu Thalib mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa membaca surat al-Kahfi hari Jumat, ia akan terpelihara dari setiap fitnah sampai delapan hari, dan jika Dajjal keluar ia akan terpelihara darinya” (Abu Abdullah al-Hanbali, al-Ahaditsul Mukhtarah, 2 : 51).
Sanad hadis ini pun tidak shahih, sebab Abdullah bin Mush’ab yang menjadi periwayat hadits di atas, kami tidak mendapatkan tentang biografinya dalam kitab rijal-rijal hadits. Abu Abdullah al-Hanbali mengatakan, al-Bukhari dan Ibnu Abu Hatim tidak menerangkan kedudukan rawi ini dalam kitabnya. Di samping itu bahwa sanad hadits di atas terdapat rawi yang tidak ada keterangan biografinya (al-Ahaditsul Mukhtarah, 2 : 50-51).
Dari keterangan-keterangan di atas, jelaslah bahwa hadits-hadits yang menunjukkan fadhilah atau keutamaan surat al-Kahfi yang dibaca secara khusus baik pada hari atau malam Jumat tidak dapat diyakini kebenarannya sebab hadits-haditsnya dha’if.
Oleh: Agus Salim
Sumber : Tanwir
No comments