Breaking News

TASAMUH dan TOLERANSI Wujud Kemurahan Hati

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa tasamuh (toleransi) dalam Islam mempunyai dua kompomen utama, yaitu kemurahan hati ( jud wa karam ) dan kemudahan ( tasahul ). Dengan demikian, individu yang samhah/tasamuh ( toleran ) berarti individu yang memiliki kemurahan hati dan memberi kemudahan.
Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang makhmum dan lisan yang jujur. Ditanyakan, Apa hati yang makhmum itu? Jawabanya, adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampaui batas, dan tidak ada rasa dengki. Ditanyakan, siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu? Jawabnya, Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat. Ditanyakan, siapa lagi setelah itu? Jawabnya, seorang mu’min yang berbudi pekerti luhur”. (Lihat, Syu’abul Iman, IX : 6).
Hadits tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba meliputi. Baik lahir maupun batin. Tolernasi, karena itu tidak akan tegak jika tidak lahir dari  hati dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi ( as-samhah ) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (habl min al-naas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (habl min Allah).
Hari ini juga makna tasamuh dan toleran telah disalah-artikan sehingga akhirnya agama menjadi objek permainan. Tugas bersama bagi kita adalah memahamkan kembali tentang konsep tasamuh dan toleransi dalam Islam secara benar. Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haq bil bathil (mencampur adukan antara yang haq dan bathil), suatu sikap yang sangat terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasannya adalah toleransi, padahal itu merupakan sikap sinkretis yang dilarang oleh Islam. Setiap individu, terutama muslim, harus mampu membedakan antara sikap toleran dan sinkretisme. Sinkretisme adalah membenarkan semua keyakinan/agama. Hali ini dilarang oleh Islam karena termasuk Syirik. Allah SWT berfirman : ” Sesungguhnya agama ( yang diridhai ) di sisi Allah hanyalah Islam”  ( QS Ali Imran : 19 ).
Sinkretisme mengandung talbisul haq bil bathil. Sedangkan toleransi tetap memegang prinsip al-furqon bainal hal wal bathil ( memilah antara haq dan bathil ). Toleransi yang disalah-pahami seringkali mendorong pelakunya pada alam sinkretisme. Gambaran yang salah ini ternyata lebih dominan dan bergaung hanya demi kepentingan kerukunan agama.
Sudah tentu sikap toleransi ini pun bukannya tanpa batas, sebab toleransi yang tanpa batas bukanlah toleransi namanya, melainkan “luntur iman”. Batas tolernasi itu ialah, apabila toleransi kita tidak lagi dismbut baik atau ibarat “bertepuk sebelah tangan”, dimana pihak lain itu tetap memusuhi apalagi memerangi Islam. Kalau sudah sampai batas ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan.
Firman Allah SWT : ” Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang-orang) untuk mengusir kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang zhalim“. ( QS al-Mumtahanah : 9).
Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti bahwa kita boleh langsung membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan pendekatan untuk “memanggil” atau menyadarkan.
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang-orang antaramu dengannya ada pemusuhan itu seolah-olah menjadi teman yang setia“. (QS. Fushshilat : 34).
Tasamuh juga mestinya diaktualisasikan kepada sesama muslim dengan sikap dan perilaku tolong menolong, saling menghargai, saling mengasihi, saling menyayangi, saling menasehati, dan saling tidak curiga-mencurigai. Sifat ini sepadan dengan Ukhuwah Islamiyyah. Toleransi ini yang biasa kita sebut ” bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian “. Selama tidak ada inhiraf (keluar dari batas syariat). Tasamuh bisa diartikan mau memegangi pendapat sendiri, akan tetapi mau mengerti pendapat saudaranya sesama muslim. Jadi, tidak ada monopoli kebenaran, kecuali yang bersifat qath’iy. Kalau masih bersifat dzhanny, yaitu sesuatu yang termasuk daerah pemikiran dan daerah ijtihad, maka harus ada keseimbangan di antara ilmu dan toleransi.
Di antara sifatnya, terdapat jenis tasamuh yang disebut tasamuh pasif dan negatif. Tasamuh pasif adalah tasamuh yang tidak menggerakan seseorang untuk berbuat baik pada sesamanya. Sedangkan, tasamuh negatif adalah tasamuh terhadap perbuatan buruk atau salah dari orang lain, atau dengan istilah lain tasamuh negatif ini adalah sikap permisif. Dalam Islam, sikap permisif dapat dikatakan sebagai dayus. Tasamuh jenis ini sering dijadikan dalih pembiaran kesalahan pada diri sesama umat Islam, padahal ini adalah jenis tasamuh yang dilarang dalam Islam.
Dengan kata lain, tasamuh ini adalah tasamuh yang keluar dari aturan Islam. Yang mesti dilakukan adalah sebalik dari jenis ini, yakni tasamuh aktif dan positif. Artinya menggerakan orang lain untuk berbuat baik dan berlaku adil. Jenis tasamuh inilah yang dimaksud amar ma’ruf nahi munkar yang oleh al-Quran disebut sebagai menyeru kepada kebajikan (al-khair), sebagai mana firman Allah SWT : “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung“. ( QS. Ali Imran : 104 ).

WALLAHU A’LAM BISHSHAWAB
PENULIS : AGUS SALIM

No comments